MENGEJAR MATAHARI BROMO


Sumpek, bosen, muak, males, gabut, gak jelas. Gini-gini aja hidup aku akhir-akhir ini. Kuliah-nyantri, kuliah-nyantri, kuliah-nyantri. Kuliah udah mulai gak asik, tugas di mana-mana, makalah, PPT, jurnal, laporan. MUAK. ENEK. Gini aja terus sampe hilang kewarasan. Di pesantren juga udah kurang greget.  Aku butuh refreshing. Pengen ke hutan atau ke gunung. Kemana ajalah, yang penting aku bisa melepas jenuh. Dan di tengah semua kepenatan itu, teman-teman yang baik datang menawarkan sebuah petualangan kecil ke sebuah gunung mungil yang terus menjadi primadona banyak orang. Yup, dijudulnya aja udah pada tau kan, ya. Bromo.

Aku diajak ke Bromo. Yuhuuuuu

Tentu saja aku langsung setuju. Apalagi mereka ngajak ke Bromonya pake motor. Mantap.

Tapi, lagi-lagi aku mesti nyusun alesan yang tepat buat ‘kabur’ dari pesantren. Akhirnya aku izin pulang lagi dengan alasan di rumah lagi ada yang meninggal. Biadab banget gak, sih. Ya Allah, ampuni hambamu ini Ya Allah.

Langsung, aku sama 8 temenku yang lain sepakat buat berangkat tengah malem dari Malang buat ngejar sunrise di sana. Dengan keadaan gerimis, hujan rintik-rintik, air bergelombang, setengah lingkaran, dua lingkaran, dan basah, kami tetep berangkat memecah malam dan dingin.

Perjalanan tengah malem ke Bromo dari Malang itu lumayan greget. Apalagi kami berangkatnya di tengah hujan ringan yang membawa dingin dan basah. Perjalanan kami tempuh sekitar 2 jam hingga kami sampai di kawasan Tumpang, daerah yang sudah dekat dengan kawasan TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Sampai di daerah Tumpang dan seterusnya, hujan masih setia menemani perjalanan kami. Hingga semakin pagi dan dingin, kabut perlahan turun menyelubungi perjalanan kami.

Kami harus menambah kewaspadaan perjalanan karena jarak pandang benar-benar sudah sangat terbatas. Semakin mendekati kawasan TNBTS, jalan yang kami lewati sudah mulai menanjak dan berkelok-kelok. Dengan pagi yang masih sangat gelap dan kabut yang semakin pekat, kami harus lebih berhati-hati. Salah-salah, kami bisa masuk jurang yang kami tidak tahu seberapa dalamnya.

Aku sempet nyoba nyetir di medan yang berbelok-belok itu dalam keadaan gelap dan berkabut kayak gitu. Motornya matic lagi. Aku pacu motor yang aku tunggangi itu dengan gas kenceng, mengikuti kecepatan motor trail temenku yang di depan. Tanganku udah kaku karna emang dingin banget dan aku gak pake sarung tangan. Jarak pandang terbatas banget, belum lagi aku punya masalah sama mata. Sumpah itu aku bawa dengan sok santai banget, sambil nyanyi-nyanyi shalawatan buat mengecoh pikiranku tentang dingin. Tapi, aku udah benar-benar menggigil sampe aku udah gak sadar kalo bibirku udah gemeteran sendiri. Dan gatau kenapa, aku mungkin agak sedikit hilang focus waktu itu dan aku hampir MENEROBOS TIKUNGAN YANG DI BAWAHNYA ITU ADALAH JURANG.

Oke, tentu saja aku panik banget, tapi masih sok santai, masih sempet cengengesan padahal kalo tadi itu aku gak menggok dikit aja, mungkin aku udah game over. Ya Allah..

Temenku mungkin udah gak kuat nahan paniknya dan dia langsung minta aku berhenti, dia yang mau nyetir, ampun dah nyonya. Hehe.. Sama-sama ceweknya lagi, untung ini cewek tangguh. Aseeek. Haha.. 

Oke, perjalanan terus berlanjut. Sampai di pintu masuk TNBTS, kami masih berhenti sebentar buat bayar tiket masuk tapi gak lama setelah itu hujan semakin merapat. Semakin deras. Akhinya kami sekalian mengistirahatkan tubuh kami sejenak di sana. Berkelakar ringan mencari hangat dengan bercanda.

NIh, tarif masuk TNBT bagi kalian yang ingin menyesatkan diri di sana. 
Pagi-pagi begitu, sebenarnya kehidupan di  daerah sekitar TNBTS sudah mulai terjaga dari tidur yang hangat. Jeep-jeep sudah dipacu sepagi itu untuk mengangkut wisatawan yang ingin mengejar matahari di Bromo atau para petualang yang ingin menemukan diri mereka di antara bukit dan lembah Bromo Tengger Semeru. Banyak Jeep yang sudah hilir mudik di sana, tak kenal dingin, hujan, kabut, atau apapun. Yang penting knalpot tetap hangat.

Oke, setelah hujan reda sedikit, perjalanan dilanjut. Tapi apalah daya mengejar matahari, ternyata kami harus berhenti lagi karna badai sedang tidak ingin diganggu kedatangannya. Oke badai, aku yakin kamu pasti berlalu.
Ini tempat peribadatan orang Tengger sebelum memulai aktivitasnya.
Harapan buat melihat sunrise di Bromo terpaksa harus diredam dulu karena alam memang gak bisa diterka-terka. Apalagi kami memang datang di musim yang kurang tepat. Kondisi teman-teman juga mesti diperhitungkan. Ada yang udah kedinginan berat. Kami harus saling menghangatkan.

Oke, mungkin belum rejekinya liat sunrise diperjalanan kali ini. Lain kali aja. Ini berarti aku punya alasan buat balik lagi ke Bromo. Yang penting semuanya aman, selamat, dan gak kurang satu apapun. Iya gak, sih!?

Perjalananku dan temen-temen ke Bromo pada akhirnya emang berhasil. Kami tetap melanjutkan perjalanan setelah semuanya dirasa sudah baik saja. Perjalanan selanjutnya udah gak semengkhawatirkan sebelumnya. Matahari udah meninggi. Perjalanan menuju kawah Bromo udah asik banget. Kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Perpaduan antara matahari pagi dan bumi yang masih mengembun. Sumpah, keren abis.

Bukit Teletubies, Padang Savana, Pasir Berbisik, kabut tipis-tipis, awan yang meng-kapas di ujung bukit, putih, kelabu, hijau. Sumpah, Allah keren banget yah. 
Kenapa Teletubbies gak syuting di sini aja, ya!

Andai gambar yang aku ambil bisa seindah dengan apa yang aku lihat.

Becek Parah, coy!



The Sea of Sand Bromo Tengger Semeru National Park.

Eh.. Malah main kuda-kuda-an. Haha..

Jiah.. yang ini malah main kejar-kejaran. Kayaknya sih cinlok. Eaa.. Haha

Ini formasi perpaduan antara Cherrybelle dan Sm*sh kejepit utang.

Anjiis.. mukanya keliatan anak baik-baik semua. Kecuali yang lingkar merah, BURONAN PENCARI DEMIT.


Keren banget. Gila. Udah lama mataku gak liat yang seger-seger kayak gini.

Terima kasih teruntuk teman-teman (Lana, Selvi, Wilma, Viscka, Thoriq, Syafari, Syadid, dan Ali) yang telah membawaku sedikit tersesat dan membuat otakku sedikit gesrek. Seenggaknya kejenuhanku dengan dunia fana yang gak jelas itu sedikit terobati. Dan selanjutnya, rindu akan kenangan petualangan kecil ini sepertinya akan sedikit menyiksa. Eaaa..

Pulang-pulang dari Bromo kayaknya aku punya ide baru, bikin bom molotof buat ngebom kampus biar gak ada perkuliahan dan kita diliburkan sampai pada waktu yang tidak ditentukan. Keren gak tuh. Dan selama libur itu kita bias jalan sepuasnya ke manapun yang kita mau. Ya udah lah, ya. Aku terlalu banyak ngayal, sih.

Kapan-kapan aku tunggu ajakan kalian lagi.

“Rul, ke sini, Yuk. GRATISS!!” Ini lebih enak didenger.

Oke sekian dan terima kasih.

Ciluk daah..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis-jenis Mahasiswa Saat Dalam Kelas

Semester Rawan Kecelakaan

Zaman Sial