Zaman Sial

Rutinitas membuat aku ga tahu harus ngapain dan rasanya sudah lama tidak menulis. Dan laman ini semakin dipenuhi dengan jaring laba-laba usang. Okelah, kali ini aku mau beropini.

Pernah gak sih kamu merasa dalam sehari benar-benar tidak ada dan tidak tahu harus ngapain. Kerjaannya hanya bergumul dengan selimut di kasur, miring kanan men-scroll media sosial A, miring kiri men-scroll media sosial B, miring kanan lagi kamu tiba-tiba tertawa dengan teman virtual kamu, tertawa online. Miring kiri lagi kamu sudah sibuk dengan game online kamu yang membuatmu lupa kalau waktu sudah berlalu begitu saja. Lalu kamu merasa lapar, kamu pesan makanan melalui online. Lalu tugasmu kamu cetak dengan jasa online, lagi-lagi. Benar-benar tidak beranjak dari tempat tidur. Dan tiba-tiba, dengan posisi yang sudah berbeda lagi, mungkin dalam posisi kayang, kamu terpikirkan dengan masa depan. Oh Tuhan, akan jadi apa aku di masa depan? Kenapa hidupku hanya begini-begini saja.

Belum lagi, saat kamu berputar-putar di media sosial dengan kehidupan makhluk media sosial yang begitu bahagia dan sempurna. Ada yang memamerkan gambar-gambar perjalanannya ke luar negeri, ada yang baru wisuda, baru mendapatkan penghargaan, ada yang baru dapat pacar hingga ada yang baru menikah, lalu cerai (tapi pamer). Nampak begitu bahagia. Oh.. senang sekali mereka, sedang hidupku begini-begini saja. Lalu kamu mengutuk dirimu sendiri, dasar pecundang.

Pernahkah kamu mengalami hal itu?
Bagaimana dengan aku sandiri? Ah, tak perlulah kau tanyaseperti itu padaku. Terlalu menyedihkan untuk aku ungkapkan saat kasur terlalu posesif untuk aku tinggalkan. Hahaha

Apa yang aku alami, kamu, dia, mereka, kami, kita dan semua kata ganti orang lainnya saat ini adalah -memang begini adanya. Kalau kehidupan orang yang kamu lihat di media sosial terasa begitu indah dan bahagia, dan kamu merasa tak berdaya melihat keindahan dan kebahagiaan itu, ya memang begitu dunia sekarang. Sialan sekali. Seperti mencerca kita dengan banyak keindahan, kebahagiaan, dan kesempurnaan hidup orang lain, yang bahkan kita tidak tahu kebenaran dari kebahagiaan itu. Persetanlah. 

Aku hanya bingung saja dengan dunia kita yang sekarang. Yang ramai orang sebut sebagai Revolusi Industri 4,0. Hm.. begini ya. Segala sesuatu menjadi serba digital, otomatis, praktis, dan online. Segala sesuatu sudah digantikan oleh sesuatu yang mengatasnamakan teknologi. Oh Tuhan, aku harus senang atau sedih. Katanya sih semua hal itu diciptakan untuk memudahkan kerja manusia, meningkatkan produktivitas, memperlancar, mengurangi resiko, dan bla bla bla...
Tapi kenapa aku merasa kalau semua teknologi itu diciptakan hanya sebagai alasan kalau manusia sudah terlalu malas untuk melakukan sesuatu. Timbullah istilah mager, gabut, baper. Perpaduan yan g komplit. Haha, ini tidak ada hubungannya tapi cocok juga. Ya sudah, anggap saja begitu.


Belum lagi dengan adanya teknologi-teknologi yang semakin "canggih" dan "aneh". Contoh, ponsel bening atau robot seperti manusia. Benar-benar canggih sekali. Manusia memang luar biasa. Tapi apakah kita benar-benar membutuhkannya? Think again.


Teknologi yang kelewat canggih yang sebenarnya -menurutku udah cukup dengan teknologi yang sekarang. Iya gak, sih?
Oh Tuhan.. bagaimana ini bisa terjadi. Lucu sekali.
Hm.. ini baru revolusi 4,0, bung. Tidak lama lagi akan segera disusul oleh revolusi 5,0 atau 5,5, lalu 6,0 dan seterusnya. Saya tidak terbayang seperti apa penampakan peradaban kita nantinya. Aku tidak terbayang dengan teknologi-teknologi yang akan tercipta di masa itu. Segala sesuatu mungkin sudah bisa terjadi di luar kontrol manusia. Maksudku, teknologi telah mengambil posisi untuk mengerjakan segala sesuatu yg kita perlukan. Misalnya, hanya dengan membayangkan makanan apa yang kita inginkan, tiba-tiba makanan itu sudah tersedia tepat di depan mulut kita. How the shit world. Benar-benar kita seperti ditimang-timang sampai mati membusuk.

Dan sialnya lagi, generasi yang hidup dan baru hidup di zaman ini dianggap generasi yang paling beruntung karena semua kemudahan itu. Tapi anggapan 'beruntung' itu justru memberikan kami, generasi millenial, mendapat banyak cemooh, hinaan, dan seolah generasi kami ini adalah generasi pemalas. Banyak orang menyebut kami, generasi millenial, generasi micin, bahkan sekarang sudah ada sebutan generasi Z, generasi yang lebih baru dari generasi millenials. (Entah apa nama generasi setelah generasi Z ini, mungkin generasi 0 atau ... entahlah)

Aku sendiri bingung. Dunia sekarang terus berkembang, ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang (Persetan dengan itu semua) dan yang banyak 'kecipratan' dampaknya ya generasi yang lahir di abad 20an ini. Kami lahir dengan keadaan dunia yang sudah begini adanya. Kecanggihan teknologi, informasi, dan ilmu pengetahuan sudah menjadi momok yang dibicarakan di mana-mana. Rasanya akan terlihat sombong sekali kalau aku katakan "Kami tidak minta itu semua." Aku mau mencangkul di sawah, aku tidak keberatan jika harus menimba air dulu sebelum mandi, aku akan memasak sendiri untuk makananku, aku akan bekerja layaknya orang tua yang menceritakan kisahnya di zaman sebelum sekarang. Sepertinya itu lebih menyenangkan dari pada terus berkutat dengan layar komputer dan ponsel. (Sebelumnya aku mengunakan kata 'kami' sebelum aku ganti 'aku' dalam kalimat-kalimat sebelum ini. Aku takut kamu tidak mau merasakan penderitaan yang menyenangkan seperti yang aku 'tidak apa-apa'kan. Hehe..)

Bahkan aku sendiri yang sudah mengalami masa sekolah di beberapa jenjang pendidikan merasakan betapa pendidikan kami juga mendorong dan menekan kami untuk menciptakan ide baru,inovasi baru, teknologi baru, yang semuanya berlomba-lomba untuk menemukan teknologi terbaru, terbaik, termuakhir, dan ter.. ter.. yang lain, yang ujung-ujungnya sebagian dari itu hanya menjadi sampah. Kamipun dituntut untuk berpartisipasi. Berpartisipasi untuk menciptakan kemalasan dan keanehan yang lebih besar di masa depan.


Entahlah, apa yang kamu pikirkan dengan dunia sekarang. Tapi aku merasa dunia seperti makin kacau walaupun di satu sisi yang lain ada dampak positifnya, tapi dampak negatif masih lebih berat timbangannya. Zaman sekarang seperti zaman sial untuk generasi kita, generasi sial.

Udah ah, semakin lama aku menatap layar komputer ini, semakin tak karuan yang aku pikirkan.
Silakan share apa yang kamu pikirkan dan rasakan di kolom komentar, ya. Siapa tahu kita bisa saling mengerti, memberi masukan, dan saling menyayangi. Heuheu...

Baibaii..






Komentar

  1. Setuju sama opini diatasπŸ‘Œ

    BalasHapus
  2. Terima kasih bos ku. Kalau sekiranya baik untuk di baca-baca, silakan bisa di share bos ku. πŸ˜πŸ€—

    BalasHapus
  3. Great. .Tdk menyangka ada generasi y dan z yg mau berpikir tentang rasionalitas dampak kecanggihan teknologi di era revolusi industri 4.0. Smg banyak yg mencontoh pola pikir semacam ini shg generasi z bisa lbh bijak menyikapi perubahan zaman ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. Terima kasih atas komentarnya. Tapi tidak sepenuhnya pola pikir saya baik untuk di contoh. Pasti ada beberapa hal positif yang melatar belakangi kemajuan teknologi saat ini. Sejauh ini, saya hanya bisa beropini. Setiap orang pasti memiliki opininya masing-masing. Ya harapannya semoga kita semua bisa lebih bijak dalam menanggapi segala sesuatu. πŸ™πŸ˜ŠπŸ˜

      Hapus
  4. Ya, kau benar,. Manusia terlalu malas untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk membaca sebuah artikel yang menghina dirinya πŸ˜—,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apakah kau manusia? Kenapa kau merasa malas? Kemanusiaanmu saja diragukan. Wkwkwk πŸ˜πŸ˜„πŸ€£

      Hapus
    2. Haaaaahah,, anda lucu sekali bung,. Saya merasa malas adalah bukti kalau saya manusia, tapi saya ragu penulis artikel ini manusia, kenapa dia merasa bingung dengan manusia kalau dirinya sendiri manusiaπŸ€”. #bicara_manusia

      Hapus
    3. Ngomong apa si, ek? Nurunin citra blog gua aja. Wkwkwk

      Hapus
    4. Kan lu yang minta dihina vangkek,..

      Hapus
    5. Sejak kapan hinaan pake di minta, bgsd.

      Hapus
  5. Iyaa perkembangan teknologi emg ada negatifnya tp itu smua juga terserah bagaimana org tersebut menghandleny ga sii. Kalau emg ssorg tersebut gabutuh teknologi itu ya gausah dipake aja, iyaa ga sii wkwk. Oyaa utk revolusi industri 4.0 itu Indonesia masih belum spenuhnya masuk 4.0, jadi skrg Indonesia masih merintis industri 4.0 karena industri 3.0 aja Indonesia masih belum sukses (ini data dari staff kepresidenan pas aku ikut seminar di unair, mohon dikoreksi kalau salah). Ini opini saya wkwk sbenernya para programmer bikin sebuah sistem utk membantu manusia cthnya web market place yg bisa melayani pengiriman antar negara, nah web itu kan jadi membuat org yg diluar negara yg pengen beli barang itu yg belum ada di negaranya bisa order lewat web itu kan. Dan emg karna skrg udh smakin maju jadi memaksa kita utk bekerja lbh menggunakan otak dan kemampuan (karna persaingan sangat tinggi). Kalau Indonesia gabisa ngikutin industri 4.0 yg seharusnya berbasis sistem dan internet, bagaimana Indonesia bisa maju kan wkwk. Di lain sisi industri 4.0 emg mematikan bbrp pekerjaan yg dilaksanakan secara manual, tp disisi lain industri 4.0 membuka lapangan pekerjaan yg lain. Yess, semua pasti ada negatif positifnya tergantung bagaimana kita menyikapi hal yg negatif tersebut supaya gaparah negatifnya heuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, sebelumnya terima kasih atas komentarnya nih. Gila keren banget. Sampe terkejut terheran-heran. Haha.. Malah kaya lebih niat dari artikelnya sendiri. Hehe..
      Tapi, yah, sekali lagi memang apapun selalu ada positif negatifnya. Tapi mana yg lebih berat timbangannya, itu yg harus dipertimbangkan. Dan entah, ya, bukannya aku anti teknologi atau gimana, ini blog aja aku pake teknologi, hehe. Tapi aku sedikit aneh dg kalimat -kalau indonesia ga bisa menyeimbangkan teknologi di era 4.0, gimana indonesia mau maju. Dalam kalimat itu kaya menyiratkan bahwa mengikuti perkembangan teknologi 4.0 yg dampak positifnya tidak lebih banyak dari negatifnya untuk negeri kita is the only way untuk maju. Sedangkan dari sisi yg lain kita juga belum bisa menyeimbangkan, misal dari segi pendidikan, dsb. Hehe
      Beropini lagi, nih. Penekanan di tulisanku ada di lingkungan dan anak mudanya yg akhirnya banyak yg gabut, mager, baper, gajelas, dan kita yg dipermasalahkan karna teknologi yg tercipta menjadikan kita seperti itu, padahal ya mau gimana lagi, semuanya sudah ada dan mudah. Hm...
      Ya begitulah 🀷‍♀️πŸ€₯πŸ˜…

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Nah emg bukan satu2nya dg kemajuan teknologi, tapi salah satu yg terbesar yg bisa membuat Indonesia berkompetisi dg negara yg lain (setidaknya di kawasan asia tenggara). Cthnya startup2 Indonesia seperti gojek, tokopedia, bukalapak, traveloka berhasil menjadi startup berstatus unicorn dan gojek berpotensi mendapat gelar decacorn menyusul grab (grab baru2 ini menyandang gelar decacorn satu2ny di asia tenggara). Dan juga selama ini banyak org yg pinter dalam bhs komputer (pinter IT) gapunya tempat di Indonesia, jadi akhirny mereka kerja di luar negeri dan pindah kewarganegaraan, tp skrg Indonesia mulai merintis dan Indonesia seperti ingin membuktikan 'aku juga bisa sukses dan maju'. Untuk pendidikan yg tidak merata, yess pasti smua akan berjalan sedikit demi sedikit. Semoga secepatnya bisa merata. Kalau kita maksa supaya semua ny rata dari segi ekonomi, pendidikan, infrastruktur, dsb bisa bayangin ga sii Indonesia seluas apa wkwkwk. Indonesia aja luasnya 1.905.--- (jutaan dong, ini wikipedia), apalagi manusia didalemnya ratusan jutaa wkwk. Dan utk masalah manusia ny emg sulit kalau tntg personal, karena otak yg satu dg yg lain berbeda kan huhu. Apalagi manusia ny ratusan juta (kurang lebih 264 jutaa hmm), gimana cara ny supaya membuat smua manusia termotivasi utk bergerak maju menggapai impian dan cita2 dan mengesampingkan hal2 yg gapenting kek pacaran yg malah buat galau gajelas kann wkwk. Mager a.k.a males gerak, saya juga sering merasakan ini wkwk. Tapi kemudian aku termotivasi sm negara maju kek jepang, korea, singapura, eropa dan negara maju yg lain. Org2 disana lbh menggunakan kendaraan umum kemudian mreka akan jalan ke tempat tujuan mereka yg artinya mereka mau jalan meskipun jarak jalannya lumayan jauh (nonton dari vlog2 wkwk). Ini seperti mengisyaratkan kalau mau mendapatkan sesuatu ya usaha jan males2an. Sbenernya kalau bahas manusia Indonesia terlalu banyak minus nya wkwk (aku juga kok). Ini dia revolusi mental, gimana cara ny manusia mengubah hidupnya menjadi hidup yg baru dan lebih baik pastinya. Karna Indonesia masih negara yg berkembang makanya masih banyak banget banget banget banget yg harus dibenahi wkwk. Semoga manusia nya mendukung dan membantu pembenahan untuk Indonesia yg lebih baik heuheu (semoga aku jugak huhu). Oya gasmua teknologi harus diserap atau digunakan kan, tergantung kebutuhan aja. Kalau menurut kita itu negatif sok mangga jangan dipake, tapi kalau itu berguna sok mangga dipake tp perlu tau batasannya supaya yg negatif tidak melahap yg positif wkwk

      Hapus
    4. Mantaappp.. sungguh naiise sekali. Sebwah pandangan yg begitu luas sudut pandangnya. Yah memang, kembali lagi, semua tergantung manusianya. Bagaimana dia menyikapi semua dinamika perkembangan yg ada. πŸ€ŸπŸΏπŸ™πŸ˜˜

      Hapus
  6. Oya dan juga, korea, jepang, singapura, eropa, amerika, dan negara maju yg lain mereka negara2 maju dalam segalanya termasuk teknologi tp mereka bisa menggunakannya sebijak mungkin, jadi smua itu terletak pada bagaimana SDM nya yg menggunakan. Kalau gamau dijadikan budak teknologi, kita harus bisa merubah cara berpikir dan kebiasaan kita yg biasanya cuma menjadi konsumen teknologi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini lanjutan yg atas, bukan komentar baru wkwk. Kenapa malah kek debat yaa wkwk. Saya paham kekhawatiran anda terhadap dampak negatif nya teknologi. Tapi semua sdh begini adanya emg, jadi semua terserah bagaimana manusia nya menyikapi kemajuan teknologi tersebut. I yellow you mbak nurul wkwk

      Hapus
    2. It's okay. Ga dapatlah kita. Ini semacam menyuarakan pandangan masing2 dg cara masing2. Memang terlihat kaya debat, tapi saling memberikan pandangan dan pengetahuan satu sama lain bukan? Keep respect and rock 'n roll. 🀟🏿😁

      Hapus
  7. Masyarakat kita dlm penggunaan tehnologi misal laptop & handphonr, sering terjebak pada "gensi dari pada fungsi". Akibatnya konsumtif dan ekonomi biaya tinggi. Kita harus mulai sadar dlm penggunaan tehnologi lebih ditekankan pada "fungsi drpd gensi", dampaknya akan lebih hemat dan produktif serta lebih bijak penggunaannya. Salam sukses dunia-akherat, aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas komentar, boskuh.
      Pernyataan anda benar sekali Ga perlu orang lain lah, contohnya saya sendiri saja. Saya punya laptop dan hp, belinya bukan gengsi sih, tapi karena kebutuhan dunia skrg, salah satunya untuk menunjang kebutuhan pendidikan, tapi selain itu mau diapain juga ga tahu. Ingin lebih produktif tapi "mau ngapain dan mau di apain?" Gitu. Bingung. Haha.. akhirnya hanya timbullah tulisan2 absurd ini. Haha ✌✌

      Hapus

Posting Komentar

Katakan sesuatu !

Postingan populer dari blog ini

Jenis-jenis Mahasiswa Saat Dalam Kelas

Semester Rawan Kecelakaan