Kabur ke Kondang Merak


Girls, sejak aku pindah ke perantauan, entah kenapa aku merasa hidupku jadi monoton, membosankan, gak asik. Ya gitu-gitu aja. Mungkin aku yang terlalu larut dengan rutinitasku sebagai mahasiswa dan santri. Sering aku merasa kangen untuk bercumbu dengan alam atau seenggaknya tidur di dalem tenda abis itu paginya pas aku buka tenda, ternyata aku udah ada di Ranu Kumbolo atau di pinggir pantai dengan sambutan hangat udara pagi. Kangen banget.

Di tengah-tengah rasa kangenku dengan tenda, alam, pasir, ombak, suara jangkrik ngorok, suara burung dangdutan, dan teman-temannya, aku mendapat tawaran buat bantuin nanem terumbu karang di Pantai Kondang Merak, Malang, dari temenku. Jadi ceritanya, acara penanaman terumbu karang itu merupakan acara dari salah satu komunitas yang bergerak di bidang lingkungan di Malang. Nama komunitasnya adalah Sahabat Alam atau biasa disingkat jadi Salam dan nama acaranya waktu itu adalah Salam Untuk Indonesia. Mantaplah.

Ini tawaran sayang banget kan kalo disia-siakan, istilah pesantrennya mubadzir dong. Apalagi kegiatan kayak gini bisa banget jadi pengobat rasa rinduku terhadap alam.
Tapi girls.. ada tapinya nih. Aku susah untuk keluar apalagi di pesantren, susah izinnya. Ya kali aku bilang mau ikut penanaman terumbu karang di Kondang Merak. Yang ada aku bakal dipecat jadi santri. Gatau aja pesantrenku kayak gimana, sumpah Rock ‘n Roll banget dah. Belum lagi kendala di kampus. Ribet. Banyak kendalanya.  

Etapi jangan sedih, singkat cerita, aku akhirnya bisa ‘kabur’ dari pesantren dan segala rutinitasku di kampus kok. Tapi harus dengan sedikit strategi dong. Di pesantren, aku izin mau pulang ke rumah, padahal aslinya mau ke pantai. Ya gak dusta-dusta amat sih. Bagiku alam juga rumah sih (#Aseeek). Di manapun bisa aku jadiin rumah, asal masih di atas tanah. Di kampus, aku izin apa ya.. aku lupa. Tapi intinya, aku berhasil pergi. Yeah. Mision complete.

*Kalo menurut kalian itu bener, bolehlah kalian tiru. Kalo menurut kalian itu salah, pliss jangan tiru adegan ini. Bahaya. Bahaha..

Oke lanjut.

Perjalanan ke Kondang Merak aku tempuh pake motor bareng temen SMAku, Iqbal. Untung sih si Iqbal juga mau ikut, kalo enggak, aku mungkin bakal nekat berangkat sendiri tanpa aku tau gimana medan ke sananya. Dan setelah aku melakukan perjalan ke sana, ternyata.. tempatnya gak sejauh yang aku kira. Jauuuuuh banget malah. Udah jauh, masih ditambah dengan jalan terjal berliku, berlumpur, berduri, berangin, berkarat, berisik, dan ber..ber.. yang lain. Yah, jalannya emang jauh banget, aku sama Iqbal yang juga gak berpengalaman ke sana cuma mengandalkan GPS di Hp. Alhasil, kami nyasar berkali-kali tanpa kami sadari. Cape banget. Untungnya ada bapak-bapak (satu orang) yang dengan baik hati mau nganterin kami ke jalan yang benar (kayak mau tobat aja) yang ternyata itu udah jauh banget dari jangkauan kami. Nyasarnya udah kejauhan. Untung banget ada yang nolong. #RejekiAnakSoleh

Aku sama Iqbal merasa tercerahkan setelah bapak itu mengantarkan kami ke jalan yang sebenarnya. Jalannya ternyata mulus beraspal. Sedangkan yang tadi kami lewati –gak-bikin-pantat-copot-aja-udah-untung-. Setelah beberapa lama, suasana jalan yang kami lewati udah berubah. Di kanan-kiri kami udah berubah jadi hutan. Dan semakin dekat dengan pantai, jalannya udah amburadul lagi dengan pemandangan (masih) hutan di kanan-kiri. Jalannya berbatu, berlumpur, berliku, dan sedikit agak terjal. Aku saranin, kalo kalian mau ke sini, pliss jangan bawa motor matic. Soalnya, motor matic kurang bisa diandalkan dalam medan-medan yang terkutuk kayagitu. Kalo gak beruntung, ban motor kalian bisa copot tujuh turunan. Jangan tiru kami yang waktu itu bawa motor matic ke Kondang Merak dengan jarak tempuh sampe 4 jam-an. Nyampe di pantainya, ban motor yang belakang udah kehilangan napas alias kempes. Untungnya di sana ada orang yang punya pompa ban.

Hhh.. akhirnya setelah kira-kira hampir 4 jam perjalanan dari Malang kota, aku sama Iqbal sampe juga di Kondang Merak dengan kondisi yang hampir mau melambaikan tangan ke kamera. Asli pantatku langsung mati rasa. Abis itu kesemutan. Sial. 

Selamat Datang Di Kondang Merak 



Ini baru pertama kalinya aku ke pantai Kondang Merak ini. Pantainya sih sama kayak pantai-pantai yang lain. Tapi mungkin yang membedakan pantai ini dengan pantai yang lain adalah hutan-hutan yang menyelubungi pantai ini. Aku liat, kayaknya hutan di sini masih terjaga banget. Bahkan, gak jauh dari bibir pantai, ada penangkarang lutung Jawa oleh pemerhati-pemerhati lingkungan. Unik kan. Kan biasanya di deket pantai itu selalu identik dengan penangkaran ikan, penyu, spongebob, patrick, atau hewan laut lainnya, tapi di sini enggak.

Karena hutan yang masih sangat asri menyelubungi pantai itu, jadi suasana di sekitar pantai juga adem banget tapi jadi terkesan serem juga. Suara-suara hutan di sana bikin greget. Ada suara burung, jangkrik, uler, monyet, kadal, biawak, komodo, dinosaurus, manusia purba, semuanya. Suara alam yang dipadukan dengan semilir angin dan debur ombak. Sempurna. Yaampun.. aku dulu pengen bnget masuk kehutanan tapi gak diijinin sama takdir. Akhirnya sekarang tiap kali aku liat hutan, aku malah baper. Hiks.. kasian. Korban baper.

Selain hutan yang lebat menyelubungi pantai ini, di bibir pantainya juga ada beberapa pepohonan yang enak banget buat ngadem di situ. Kalian juga bisa masang hemoc di situ sambil bersantai-santai cantik menikmati belaian angin pantai yang bisa me-nina bobo-kan kalian. Pantai ini juga punya view yang lumayan bagus. Di tengah pantainya ada batu-batu besar yang menambah nilai estetika yang diciptakan Tuhan atas pantai ini.

Oiya, di Kondang Merak ini ada karcis masuknya, girls. Tapi di sini juga ada fasilitas-fasilitas yang lumayan lah. Ada kamar mandi sama beberapa tempat peribadatan, seperti musholla dan gereja. Tapi semuanya bersifat minimalis dan alakadarnya sih. Ada toko sekaligus warung makan juga. Terus ada rumah orang juga, tapi gak banyak.

Tapi girls, namanya tempat wisata ya, walaupun tadi udah bayar tiket masuk, kita masih harus bayar lagi buat ke kamar mandi maupun ngecharger hp. Harga makanan sama minuman di sini juga agak mahal, girl. Udah jadi hal biasa sih, kalo di tempat wisata apa-apa harus bayar dan mahal. Ini yang namanya pemanfaatan keadaan. Mentang-mentang tempat wisata, apa-apa jadi serba bayar dan mahal. Hhh.. Ya udah lah ya, pinter-pinter kalian aja gimana nyiasatinnya.

Korban PHP tenda

Nyampe di TKP, ternyata udah banyak orang yang masang tenda di tempat yang emang udah disediakan. Nah, berhubung aku waktu itu cuma berdua, jadi di antara aku dan Iqbal gak ada yang bawa tenda. Lagian aku juga dapet kabar kalo udah ada tenda yang disediakan buat yang gak bawa tenda. Agak lega, kan. Tapi pas nyampe TKP, aku sama Iqbal malah plonga-plongo sendiri gara-gara gak ada tenda yang mesti kami pasang. Ternyata tenda yang disediakan untuk kami -yang gak bawa tenda- adalah tenda tentara yang biasa digunakan buat tenda pengungsian pas bencana. Yah, zonk deh.

Ya udah sih ya. Gak masalah. Cuma meleset dari ekspektasi aja.

Jadi hikmahnya, buat kalian yang suka kegiatan outdoor usahakan buat punya tenda sendiri, biar kalo mau ada acara outdoor kayak gini gak salah paham.

Oke, setelah mendirikan tenda, waktunya kenalan antar peserta. Kami dikumpulin dalam satu tempat dengan naungan langit yang sama. Kenalan antar individu atau kelompok yang hadir. Di situ aku merasa miris, karena aku dateng cuma berdua doang dan itu cuma keliatan kayak upil doang. Kayak anak kecil baru gede di tengah orang-orang yang udah gede-gede. Gede apanya? Ya gede badannya lah. Akhirnya aku nyempil aja kayak upil sama Iqbal, nyimak yang pada ngenalin diri. Ada yang dari Surabaya, komunitas diving, komunitas ini dan itu. Dari Malang sendiri banyak yang dateng. Ada yang dari komunitas kampus, ada juga komunitas-komunitas lainnya yang bergerak di bidang serupa. Mereka adalah orang-orang yang keren di bidangnya masing-masing.

Abis kenalan, acaranya tinggal istirahat doang. Kebetulan udah sore. Jadi aku sama Iqbal liat-liat sunset dulu. Asek kan. Sayang aja belum bisa sama jodoh. Jodoh.. mana jodoh..
Jodoh gue di mana, yaa? 

Makan Cerita

Abis liat sunset, lanjut sholat magrib. Abis  sholat magrib, lanjut makan dong, laper. Makannya aku beli di warung yang ada di situ. Gak di manapun, mie instan selalu jadi andalan, ya. Yup, menunya malam itu nasi sama mie instan dengan harga yang paling murah di situ. Hemat itu penting, girls. Iya nggak? Apalagi kalo lagi bermusafir ria kayak gini, belajarlah menderita.

Pas aku mau pesen nasi, ternyata Iqbal udah nongkrong aja di situ. Dia udah asik aja ngobrol sama orang yang emang baru dia kenal di situ. Ada tiga orang di situ, cowok semua, dan udah jauh lebih tua dari kami. Aku gabung dong. Malu sih sebenarnya, udah aku cewek sendiri di situ, aku juga keliatan kayak anak kecil. Kadang aku gak ngerti pembahasan mereka yang kayak pake istilah-istilah yang menurutku cuma kaum cowok yang ngerti. Aku diem aja. Terserah merekalah mau ngomong apa juga, asal –tidak mengganggu- kenyamanan. Makin lama, kami makin akrab. Aku udah lupa nama-nama mereka, tapi yang aku inget mereka adalah penggiat lingkungan juga. Mereka juga cerita banyak di situ, sambil mereka ngerokok-rokok santai, aku sama Iqbal sambil makan nasi sama mie tadi, kami cerita tentang pentingnya menjaga lingkungan, tentang hidup, tentang kuliah, ya kayak gitu-gitulah. Rata-rata dalam pembicaraan itu, aku sama Iqbal adalah pihak yang paling banyak mendengar. Mendengar nasihat-nasihat mereka yang masuk akal.

Temen dadakan kayak gini emang bisa banget kita temui saat kita melakukan perjalanan ke manapun. Pertemanan semacam itu kadang bisa berlanjut sampai kita kembali ke rumah, tapi ada juga yang berakhir seiring dengan berakhirnya perjalanan kita. Macem-macem, sih. Yang penting saling menghargai aja. Perjalanan itu bisa mengajarkan kita banyak hal. Lebih banyak dari yang kita tahu.

Bernyanyi di Tengah Hujan

Perut udah kenyang, waktu istirahat juga udah abis. Kami, para peserta yang besok akan melakukan penanaman terumbu karang, dikumpulkan di tempat tadi kami melakukan kenalan peserta. Rencananya, acara saat ini ada hiburan dari band Indie lokal yang lagu-lagunya juga tentang lingkungan. Keren gak tuh. Keren dong. Keren lah. Keren, pliss. Iya-in aja lah, ya.

Ujan ujan, di antara hutan dan pantai, di dalem tenda, terus ada yang mainin musik asik. Aseli, asik banget. 

Udah ada tempat kecil yang disetting sebagai panggung di situ. Hiasannya berupa dedaunan atau ranting-ranting pohon yang dihiasi lampu-lampu minyak yang sederhana tapi keren. Tapi.. sayangnya malam itu hujan harus turun. Tapi bukan berarti acara gak jalan. The show must go on. Mau gak mau, seluruh peserta harus dikumpulin di tenda besar tadi. Untungnya aku sama Iqbal udah stand by di situ dari tadi. Jadi, aku sama Iqbal udah aman aja di sono sama beberapa relawan lainnya. Acara tetep berlangsung walaupun di luar lagi hujan deres banget. Kita tetep bisa nyanyi-nyanyi syantik ala anak alam. Seru. Seru bangetlah.

Tanam Terumbu Karang, Tanam Masa Depan

Setelah semalem kami udah nyanyi-nyanyi di tengah hujan, pagi ini udah waktunya untuk menanam terumbu karangnya. Yeah.. pagi-pagi pas aku buka tenda, view-nya langsung pantai dengan garis horizon yang masih kemerahan, girls. Huwaaah.. akhirnya kerinduanku akan hal-hal seperti ini terbayar sudah. Tidur beralaskan pasir, bangun-bangun udah disambut dengan guratan merah-jingga yang mempesona. Emejiiiiing.

Oiya, semalem setelah nyanyi-nyanyi cantik, acara dilanjut dengan diskusi santai mengenai lingkungan dan isu-isu terbaru yang sedang hangat diperbincangkan, semuanya telah kami kupas secara tajam setajam silet walaupun dengan mata yang hampir berdarah-darah gara-gara nahan kantuk.

Nah, kali ini baru deh waktunya nanem terumbu karangnya ke laut. Sebelumnya kami dikasih penjelasan dulu tentang cara teknisnya untuk menanam terumbu karang di laut. Jadi caranya itu, terumbu karangnya harus diputer dulu, terus dijilat, baru dicelupin. Gak ding, becanda. Ya secara garis besar sih buat menanam terumbu karang, ya terumbu karangnya harus dicemplungin ke laut. Yaiyalah begooo.

Akhirnya gue tau kalo terumbu karang itu bukan jelmaan Malin Kundang.
Jadi, terumbu karang yang sebelumnya udah diambil dari laut, masih dipotong-potong lagi jadi bagian yang lebih kecil. Tapi terumbu karangnya harus dijaga supaya tetep di dalem air, air laut terutama. Gak boleh lama-lama di udara bebas, nanti tumbuh kaki loh kayak putri  duyung. #Mulaioleng. Nah, abis itu terumbu karang itu ditempatkan di media penanamannya. Baru deh dimasukin ke laut lagi.



Oiya girls, kan aku sempet mikir nih dulu pas jaman masih dongo, gimana ya cara bedain terumbu karang yang masih idup sama yang udah kayak batu itu, kayaknya kan baik yang idup sama yang mati bentuknya sama aja, sama-sama batu, iya, kan!!??  Jadi, aku baru tau jawabannya setelah aku praktik nanem terumbu karang secara langsung di sini. Jadi terumbu karang yang masih idup itu punya lendir dan teksturnya itu keras-keras lembek gitu, girls. Bayangin deh. Bahaha.. awas jangan oleng. Kalo yang udah mati, yaudah, keras kayak batu gitulah. Oiya, mereka jadi batu bukan karna dikutuk sama emaknya, yes.

Pas penanaman terumbu karang itu seru banget. Semuanya pada turun tangan dan antusias banget, dari yang tua sampe yang tua banget. Kalo aku termasuk dikategori anak-anak yang akan beranjak dewasa dan akan segera tua.

Seiring dengan ditanamnya terumbu-terumbu karang itu, aku berharap semoga kehidupan Spongebob, Patrick, dan kawan-kawan di sana bisa hidup sejahtera di laut sana. Semoga Nemo, ayah Nemo, Dori, dan temen-temennya bisa terus bermain dengan ceria di antara anemon laut dan karang-karang. Semoga putri duyung bisa betah hidup di laut dan gak usah pergi ke darat buat nyari pangeran karna lautnya udah kami kasih terumbu karang baru untuk mempercantik lingkungan mereka di sana. Semoga mereka betah dan bahagia, ya. Amiin. 

Ketika kekuatan ubur-ubur hendak mengalahkan kekuatan Man Ray. 

Mudah-mudah hal yang gak besar yang kami lakukan ini bisa memberikan manfaat walaupun terlihat sangat sederhana. Kerusakan mungkin akan terus terjadi, gak akan bisa kita hindari, tapi kalau kita hanya pasrah pada kerusakan itu tanpa melakukan sesuatu walau kecil, apa yang akan terjadi justru akan lebih buruk, bukan? 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis-jenis Mahasiswa Saat Dalam Kelas

Semester Rawan Kecelakaan

Zaman Sial