Fakta Pertanian di Thailand


Mendapat kesempatan untuk belajar tentang ilmu pertanian lebih luas hingga ke negara tetangga, Thailand, adalah hal yang patut untuk aku syukuri. Beberapa minggu belajar tentang pertanian di Thailand, aku menyadari banyak pengetahuan baru yang aku dapat khususnya tentang ilmu pertanian di Thailand.

Nah, makanya ditulisan kali ini aku mau sharing aja gimana sih sistem pertanian yang ada di sana. Tulisan ini aku dedikasikan kepada seluruh teman-teman yang juga belajar tentang ilmu pertanian, khusunya untuk teman-teman kelas yang alhamduillah gak banyak minta oleh-oleh kecuali ilmu. *Tahu aja kalo minim duit. Haha..

Oke. Jadi di program ini kami gak hanya belajar di dalam kelas, tapi ada juga beberapa waktu untuk field trip. Dalam praktiknya, di program ini aku rasa emang diseimbangkan antara teori dan praktiknya. Hal itu bisa dilihat pas di hari-hari pemberian materi. Kami pasti diberikan dua sesi di mana di pagi harinya kami belajar tentang materi secara teoritis dan dilanjut siang-sorenya kami diberikan kesempatan untuk praktik tentang materi yang telah diberikan di pagi harinya. Nah, baru di hari berikutnya kami diberikan field trip. Semua materi dan field trip yang diberikan tentunya berhubungan dengan ilmu pertanian.

Dari beberapa minggu tersebut, aku telah merangkum beberapa fakta tentang pertanian yang ada di Thailand. Tanpa nyontek Google loh, ya. Hehe..


Okelah, langsung saja.

1. Termasuk sektor yang sangat penting

Ini di MB Orchid Farm, Thailand.

“Selama manusia masih membutuhkan makan, maka sektor pertanian akan terus menjadi bagian yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia.” Mungkin begitulah singkatnya aku menggambarkan betapa pentingnya sektor pertanian di Thailand.

Dari gambaran tersebut, maka tidak heran kalau King Rama IX, seorang raja Thailand, sangat peduli dengan sektor ini. Bahkan di beberap field trip yang aku ikuti, disampaikan bahwa raja Thailand yang terdahulu sampai turun tangan langsung untuk menangani masalah-masalah pertanian di sana.

Salah satu profesor memang sempat bercerita bahwa King Rama IX menanggap bahwa sektor pertanian adalah sektor yang sangat penting. Menurut King Rama IX, pertanian adalah hal paling dasar yang bisa dilakukan oleh manusia, karena hal itu juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Anak muda, bersekolah atau tidak, dia pasti bisa bertani. Tapi perlu adanya pengembangan SDM untuk bisa mengembangkan sektor pertanian itu ke arah yang lebih baik. Begitulah kurang lebih.

2. Didasarkan pada riset




Thailand mungkin belum termasuk negara dengan sektor pertanian yang maju seperti di negara lainnya, seperti Jepang. Tapi menurut aku pribadi, sistem pertanian di Thailand lebih baik dari pada di Indonesia. Ya salah satu alasannya karena hasil penelitian dari para penelitinya benar-benar dipake dan diaktualisasikan.

Waktu itu kami diajak ke National Biological Cotrol Research Center Central Regional Center di Thailand. Di situ kami belajar tentang beberapa penelitian terhadap serangga. Banyak serangga yang menjadi objek penelitian, mulai dari ulet yang kecil-kecil sampe yang udah gede-gede. Sampe geli lihatnya.
Mohon maaf ini bukan lorjhu', ya.. Ini adalah anak dari ibu ulat yang bertelur. Haha..
Dan mohon maaf, ini bukan cemilan, ya. 
Geli-geli nyoy.
Nah, dari penelitian itu mereka mencari tahu serangga apa yang menjadi musuh alami dari hama tanaman-tamanan petani. Setelah mereka mengetahuinya, lalu mereka membiakkannya untuk akhirnya diberikan kepada petani untuk membantu mereka membasmi hama yang mengganggu tanamannya. Asik gak, sih. jadi mereka tidak perlu dan memang tidak mau menggunakan pestisida berbahaya untuk mengusir hama pada tanamannya. Karena mereka menganggap bahwa hal tersebut justru berbahaya untuk kesehatan tanaman, penanam, dan yang mengonsumsi tanaman tersebut.

Terus pernah juga kami diajak untuk melakukan penelitian kecil untuk melihat kandungan nutrisi tanah, seperti kandungan unsur N, P, dan K nya. Nah, ternyata mereka itu memang sudah terbiasa melakukan itu sebelum melakukan penanaman di area tertentu. Jadi, mereka bisa tahu nutrisi apa yang perlu ditambahkan, tanaman apa yang cocok, dan bisa memprediksi pertumbuhan tanamannya nanti.


Keren gak? B aja, ya? Yodah.

Anyway, kalau penelitian di Indonesia gimana neh? Hasilnya dipake gak, ya? Hm.. kayaknya engg.. entahlah. Haha..

3. Terintegrasi

Kami pernah diajak berkunjung ke salah satu rumah petani sukses di Thailand, yaitu Lung Samrong (Baca : Paman Samrong). Lung Samrong ini umurnya udah tuwir banget tapi masih bersahaja banget buat bekerja di bidang pertanian. Nah, jadi di sekitar rumahnya itu dia memiliki lahan pertanian sendiri yang sudah terintegrasi dengan baik. bukan karena penggunaan teknologi yang canggih, tapi karena apa yang dilakukan pada lahan pertaniannya semuanya saling berkesinambungan, low waste, organic agriculture, dan mengacu pada sustainable agriculture.

Jadi di lahan pertaniannya yang cukup luas itu ada beberapa bagian yang saling berhubungan, yaitu lahan bertanam, area peternakan, area perairan dan pengairan, dan area pengolahan limbah. Jadi tanaman yang dia tanama itu menggunakan pengairan yang juga digunakan sebagai tempat pengembangbiakan ikan dan sodara-sodaranya, terus pupuknya menggunakan kotoran dari hewan ternaknya yang juga digunakan sebagai bio gas. Jadi, Lung Samrong itu bisa makan sayur, ikan, dan daging dari lahan yang dia olah sendiri. Dan bisa menggunakan bio gas-nya untuk bikin dapurnya terus ngebul dan bisa juga sebagai sumber listrik di rumahnya. Mantul gak? Mantul dong.
Nah, itu Paman Samrong, yang pake baju kayak batik itu. :D
Nah, karena Lung Samrong itu keren banget, jadi dia sudah banyak mendapat apresiasi dan penghargaan dari banyak pihak. Sayangnya aku gak punya banyak foto di tempatnya Lung Samrong ini. Banyak petani dan praktisi pertanian di Thailand yang menjadikan Lung Samrong sebagai panutan mereka. “Suhu, ajarkan saya cara mencangkul yang baik dan benar, suhu!”. Bahkan dari berbagai negara pun banyak yang datang ke rumah Lung Samrong untuk belajar pertanian kepada Lung Samrong. Ah, aku padamu lah, Paman. Haha..

Nah, cerita Lung Samrong ini adalah hanya se-fruit cerita yang bisa menggambarkan bagaimana terintegrasinya sistem pertanian di Thailand. Ya tapi bukan persis kayak Lung Samrong. Tapi secara garis besar, petani di sana sedikit banyak pola pikirnya sudah lebih maju dari kita. Mereka sudah lebih mengerti bahwa penggunaan pupuk dan pestisida kimia justru dapat merugikan diri mereka sendiri. Mereka juga sudah lebih memahami tentang betapa pentingnya menciptakan sustainable agriculture untuk masa depan anak cucu mereka.

4. Sangat menjaga kelestarian lingkungan

Nah, yang ini aku suka banget, nih. Dari penjelasan di poin-poin sebelumnya mungkin mind set kalian sudah menemukan benang merah dari cerita ini. Jadi, dari semua field trip yang kami lakukan di beberapa tempat di Thailand, poin ke empat inilah yang aku tangkep dari semuanya.

Mari aku ceritakan se-fruit cerita yang menunjukkan betapa pedulinya mereka terhadap lingkungan.
Jadi.. kami pernah diajak ke His Majesty The King’s Initiative of The Huai Sai Royal Development Study Center. Tau gak di sini kami belajar apaan? Yup. Di sini kami belajar tentang cara penanaman rumput. Apa-apan coba.

Eits.. tapi bukan rumput sembarang rumput, dong.

Jadi gini gambarannya. Di Thailand terutamanya di daerah Huai Sai dulunya itu kering kerontang, gersang, panas, sariawan, dan bibir pecah-pecah. Intinya gitulah. Dan itu juga menimpa daerah pegunungan atau perbukitan di sekitarnya. Ternyata, yang menyebabkan kegersangan itu adalah struktur tanah di daerah Huai Sai itu yang berbatu. Menurutku itu bukan lagi tanah, gengs. Itu udah batu beneran. Rajanya gak mau dong hal kayak gitu dibiarin. Selain gak bagus dilihat, hal itu juga bisa menyebabkan bencana kalau musim hujan tiba. Yekan? yes. Kan tanahnya jadi gak bisa menyerap air hujan dan akhirya gak punya cadangan air tanah. Kalau musim kemarau jadi kekeringan, kalau musim hujan jadi kebanjiran dan bisa jadi juga ada kemungkinan bencana yang lain.


Akarnya bisa sepanjang ini.
Nah, maka dari itu raja Thailand mikir, “Di apain enaknya, ya?” Singkat cerita, akhirnya si Raja memilih untuk menanami the rocky land itu dengan rumput. Aku lupa nama rumputnya apaan, yang pasti itu bentuknya kayak rumput gajah gitu. Mungkin emang rumput gajah kali, yah. Haha.. au ah hitam. Intinya mereka akhirnya nanem rumput. Mereka memilih menanam rumput karena rumput mampu tumbuh di mana saja, termasuk di tanah berbatu. Mereka memilih rumput gajah juga karena akar dari rumput gajah termasuk jenis akar serabut yang panjang, jadi bisa lebih survive. Nah, penanaman rumput gajah itu sendiri dimaksudkan untuk menggemburkan atau melunakkan the rocky land  itu.

Loh kok bisa? Gini penjelasannya. Kalau sudah ditanami rumput seperti itu, pas hujan datang sebagian airnya sudah bisa diserap oleh si rumput. Jadi lama-kelamaan si batu akan lebih lunak dan tidak membatu lagi. Dengan begitu maka tanaman besar pun akan bisa di tanam, seperti pohon mangga atau pohon asam. Keren, kan.
Naiss. :)
Nah, aku suka banget sama konsep mereka. Mereka begitu peduli dengan lingkungan mereka sampai segala rumput juga dibudidayakan. Bukan hanya untuk menutupi kegersangan semata, hal itu justru dapat mendatangkan banyak hal positif untuk lingkungan, apalagi manusianya. Selain lingkungannya bisa lebih hijau dan adem, mereka juga bisa meminimalisir segala bentuk bencana yang bisa datang karena kegersangan dan bisa memberikan simpanan air tanah juga. Yegak? Hm.. patut di contoh, nih.

Kalau di lihat, memang pertanian di Thailand sepertinya sudah lebih maju dan lebih baik dari kita. Dari segi kerjasamanya antara petani dan pihak pendukung lainnya, dari penggunaan sarana produksinya yang lebih alami, kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungannya, dan dari beberapa aspek yang lain. Dan buat aku, salah satu kunci terbesar yang aku tangkep kenapa pertanian mereka bisa lebih maju dari kita adalah pembentukan pola pikir manusianya. Anggapan bahwa pertanian itu penting sangatlah dibutuhkan untuk kemajuan pertanian itu sendiri. apalagi kalau ditambahkan dengan kesadaran untuk terus menjaga kelestarian lingkungan. It’s very nice.

Indonesia bukan gak bisa buat kayak gitu. Kita puya potensi untuk menjadi lebih dari mereka. Tapi ya gitu. Kita masih punya banyak hal untuk dibenahi dahulu, terutamanya masalah pembentukan mind set. Mind set yang positif terhadap pertanian dan lingkungan untuk menciptakan perilaku yang positif pula. J

Thailand emang bukan negara yang pengen pake banget buat aku datengin, tapi dapet kesempatan untuk pergi kesana dengan mudah dan murah aja aku udah harus bersyukur pake banget.  Yegak? Banyak ilmu yang bisa aku dapet di sana. Terutamanya di bidang pertanian. Tapi teman, di manapun kalian berada, dimanapun kalian belajar, jangan pernah berkecil hati, pesimis atau apapun itu untuk terus belajar. Jangan pernah. Mencari ilmu itu bukan tentang di mana, tapi tentang bagiamana. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran atas segala hal yang ada disekitar kita. Yegak? Ah, kayak bener aja. haha..

Udah dulu lah. Sebelum aku berubah jadi kayak Mario Teguh. Haha..

Semoga bermanfaat. 

Ciluk dah..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis-jenis Mahasiswa Saat Dalam Kelas

Semester Rawan Kecelakaan

Zaman Sial