TUA Vs DEWASA

Halooo..

Halo teman-teman... udah lama, ya. Hehe..

Sebenernya udah dari lama juga sih pengen nulis lagi tapi gak tau mau nulis tentang apa. Giliran udah dapet ide rasanya kayak mualeeess banget buat mengeksekusinya. Dan sampailah pada saat ini aku mencoba, “Oke. Bangun woi jangan males mulu!!”

Oke let’s start with the small thing. 

Tulisan ini sebenenernya (lagi-lagi) berdasarkan keresahan dan perenungan pribadi aja, sih.

Akhir-akhir ini aku sering mikir gini, “Wah umur udah 20 aja, nih. Udah kepala dua aja, nih. Yampuun.. padahal belum bisa ngapa-ngapain. Masih suka pecicilan. Masih suka nonton SpongeBob. Masih suka ngerepotin orang tua. Hmm..”

Masih bisa ngumpul-ngumpul gini lagi nggak, ya?

Belum lagi sekarang udah 2020. Satu dekade ke depan ini aku rasa akan banyak banget hal baru yang akan terjadi. Tepatnya, hal-hal yang membuat kita udah nggak akan lagi sama seperti sekarang ini. Maksudku, gimana ya jelasinnya. Agak susah sih jelasin pake tulisan, kalo cerita langsung mungkin lebih asik. Hehe..

Jadi gini, selama 2 dekade yang sudah berlalu ini sudah banyak transisi yang terjadi pada diri kita. Dari mulai anak-anak, remaja, hingga menuju dewasa. Nah, untuk dekade  yang sekarang perubahannya bukan lagi menyangkut hal-hal yang seperti itu lagi, tidak hanya pada fisik atau mental saja, tapi lebih kepada bagaimana kita bisa survive dengan kemampuan kita sendiri, menghadapi hidup dan dunia dengan segala kerumitannya sendiri. Kita udah nggak bisa lagi jadi benalu bagi orang tua. Istilahnya, kita udah masuk ke fase dimana ‘seekor singa sudah harus bisa mencari makanannya sendiri’.

Hmm..

Dalam dekade ini juga, khususnya yang sudah usia 20 tahunan tentunya, akan banyak dihadapkan pada hal-hal besar, seperti mencari pekerjaan yang cocok, menikah dengan orang yang tepat, hingga punya anak, mengasuh dan mendidiknya. Sadar nggak sih kita yang sekarang masih ‘muda’ dan berstatus sebagai anak akan segera menjelma menjadi orang tua (minimal) dalam satu dekade ke depan ini.

Dulu pas masih SD, aku sendiri pengen banget cepet-cepet SMP.

Pas udah SMP, pengen banget cepet-cepet ke SMA.

Pas udah SMA, pengen cepet-cepet kuliah.

Pas udah kuliah, hayoo jujur siapa yang pengen cepet-cepet nikah?

Aku pribadi pernah menjadikan “ah, kalo begini caranya aku pengen nikah aja udeh.” sebagai candaan. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, “hey, apakah dengan menikah akan menyelesaikan semua rasa capek ini?” atau “ hey, tidakkah lebih menyenangkan jika kita bisa kembali ke masa anak-anak saja?”

Aku juga pernah denger gini di podcast-nya Rintik Sedu di Noice, “bukankah turning point dari menjadi dewasa itu ketika kita ingin kembali menjadi anak kecil?” hm.. itu aku renungi lagi, sih. Dan, iya, juga, ya.

Akhirnya dari pada ingin cepat-cepat menikah, aku justru jadi lebih kangen masa-masa dimana aku masih suka main layangan, nyari capung, mandi hujan, berkubang di lumpur tambak, bikin kemah-kemahan depan rumah, dan kenangan-kenangan masa kacil lainnya. Juga masa-masa diomelin emak gara-gara sering telat sekolah, berantem sama adek karna rebutan remot TV, diomelin embah karna susah nurut. Masa-masa sering telat pas upacara, ke kantin lewat jendela, bikin contekan atau nyari posisi strategis buat ulangan. Ya, hal-hal seperti itulah. But hey, no one can turn back the time.

Jadi, ya sudah nikmati aja yang sekarang. Nggak usah terburu-buru. Toh semua sudah ada yang ngatur. Perihal menikah, semua orang sudah punya jodohnya masing-masing dan ada waktunya masing-masing juga. Nggak usah repot-repot dengan terlalu memikirkannya, itu urusan Allah. Yang wajib kamu lakukan cukup persiapkan diri dan pantaskan diri. Oke? Sip. *selfreminder juga sih ini. J

Anyway, cepet banget yah waktu berlalu. Hm.. bentar lagi udah harus nyari kerja sendiri, menikah, punya anak, jadi orang tua. Yaampuunn...

Kalian udah siap, nggak ? hayooo. Haha..

Sejujurnya aku pribadi rasanya kayak takut gitu untuk menjadi tua dan dewasa. Kenapa?

Aku takut menua, bre. Haha,. Terdengar aneh gak, sih. Tapi iya, aku takut menjadi tua atau menua karena aku takut nggak bisa selincah sekarang, aku takut lariku nggak kencang lagi, takut nggak bisa lompat-lompat, jingkrak-jingkrak, salto, aku juga takut nanti gigiku mulai copot dan nggak bisa makan es batu lagi. Ya hal-hal sesederhana itu. Belum lagi perubahan-perubahan lainnya seperti rabut memutih, kulit keriput, mulai digerogoti berbagai macam penyakit, selera makan berubah, nggak bisa maka pedes lagi, dan berbagai hal lainnya. Huhu..

Tua nanti masihkah kita bisa melompat setinggi ini? 

Aku juga takut untuk menjadi ‘dewasa’. Um.. mungkin kalian juga bertanya-tanya, kenapa? 

Gini, kalian sadar nggak sih menjadi dewasa itu seperti ada standarnya sendiri, bukan hanya dari mindset tapi juga dari segi berpakaian, berpenampilan, bersikap, bahkan berbicara. Misal saat kita berada di lingkungan ‘orang dewasa’ kita dituntut untuk berpakaian rapi dan terkesan formal, terkadang bukan orang-orangnya yang meminta kita untuk berpakaian demikian tapi oleh lingkungan itu sendiri. Itu yang aku takutkan. Aku takut tidak bisa berpakaian dengan gayaku sendiri. Sekarang aja aku udah merasa “kayaknya aku emang udah harus sedikit merubah gaya berpakaian dan penampilanku deh.” Dari yang dulu suka pake celana, kemeja, kaos, sandal jepit, penampilan nggak rapi, seadanya, bodo amat, sekarang sudah mulai jadi lebih rapi, lebih formal, dan yah sepertinya memang sudah seharusnya begitu. Apalagi seiring dengan tanggung jawab yang kamu pikul, di situ juga ada wibawa yang harus kamu jaga, dan hal itu juga didukung oleh caramu berpakaian dan berpenampilan. Rasanya begitu aturan main di lingkungan ‘orang dewasa’, iya nggak sih?

Makin ke sini udah malu gua foto pakek gaya aneh-aneh. wkwkwk..

Menjadi dewasa juga membuat lingkar pertemanan kita semakin kecil. Kayak udah nggak mau basa-basi lagi untuk masalah pertemanan, karna itu juga berpengaruh sama kehidupan kita. Aku sendiri pernah menjadikan ‘punya banyak teman’ sebagai wishing list dalam hidup, tapi makin ke sini aku makin sadar bahwa kita nggak bisa memaksakan untuk bisa berteman dengan siapapun. Bukan perihal baik atau buruk, ya. Ini lebih ke obrolan yang nyambung, saling mendukung, saling memberikan energi positif, dan hal-hal yang seperti itulah. Aku nggak masalah berteman dengan orang yang dianggap buruk dalam lingkungannya, selagi dia bisa memberikan energi positif buat aku, kenapa tidak? Karena buat aku baik dan buruk itu hanya sudut pandang masing-masing orang saja. Ya, jadi gitu, makin dewasa makin sadar bahwa “okelah temen banyak tapi yang benar-benar bisa berteman sedikit”.

Semakin dewasa juga makin males berusan sama hal-hal yang ‘nggak penting’, selera humor juga berubah, yang biasanya dulu aku bisa tertawa sekencang-kencangnya untuk sesuatu yang sepele, sekarang udah kayak ‘apasih’. Makin dewasa makin males main-main, makin serius, dan itu nggak asik banget, ya nggak sih? Karna aku juga merasa begitu. Kadang kangen banget pengen ketawa sampe kayak orang kejang-kejang, sampe ngompol di celana, cuma karna sesuatu yang sepele, yang sekarang rasanya udah nggak lucu lagi. Kangen bercanda modal omong kososng doang, yang bisa bikin ketawa sampe terkencing-kencing. Seneng banget dulu bisa semudah itu ketawa lepas. Sekarang ? Ya gitu deh.

Satu hal lagi yang aku takutkan untuk menjadi dewasa, aku takut gabisa berbicara dengan ceplas-ceplos lagi. Tahu kan maksudku, saat kita merasa kesal dengan dengan sesuatu –bahkan bukan dipicu oleh rasa kesal, rasa senang yang berlebihan juga kadang membuat kita spontan ngomong, “eh gila..”, “anjirr”, “woii bangkek, bgsd, bedebah, jingan.. (dah keluar semua kata-kata bijaknya).” Nah itu juga salah satu hal aku takutkan hilang kalau menjadi ‘orang dewasa’. Emang sih ga penting-penting amat, tapi itu kan bagian dari bagaimana kita mengekspresikan sesuatu. Sah-sah aja dong. Tapi kalau udah jadi ‘orang dewasa’ pasti udah nggak boleh ngomong kayak gitu lagi. Tuntutan umur, tanggung jawab, dan menjaga wibawa sebagai orang dengan umur yang sudah tua –yang harusnya jadi panutan, menjadikan hal-hal semacam itu sudah harus dikurang-kurangi. Padahal enak banget loh ngomong ceplas-ceplos dengan ‘kata-kata bijak’ itu. Kayak plong aja gitu. Iya nggak, sih?

Sejauh ini paham kan apa yang aku omongin?

Menjadi tua itu pasti, selama kita masih hidup usia akan terus bertambah kecuali kalau kamu mati muda, wahaha. Nggak ding, bcnd syg. Intinya menjadi tua itu perihal usia, dan semua orang pasti tua. Tapi kalau kedewasaan, itu perihal pola pikir, bagaimana kita bisa mengontrol, mengendalikan, dan mengatur diri kita sendiri dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup.

Yah begitulah beberapa keresahan dan ketakutanku untuk menjadi tua dan dewasa. Emang paling enak pas masih kecil, sih. Paling masalah terbesarnya adalah PR matematika. Makin umur bertambah, masalah juga makin rumit. Makin tua, tubuh makin ringkih. Makin dewasa, makin nggak leluasa untuk mengekspresikan diri. Yah bagaimanapun waktu terus berputar, tubuh terus bertumbuh, dan umur juga terus bertambah. Nggak papa lah fisik menua, yang penting jiwa tetap muda. Yegak? haha..

Makanya, dari sekarang lebih bijaklah dalam memanfaatkan waktu biar tuamu lebih bermanfaat. Nggak ‘tau-tau udah tua dan tau-tau udah meninggal’. Reminder juga buat aku. J

Dah, itu aja deh opini kali ini. Ini hanya curhatan pribadi aja, sih. Kalau kamu punya pendapat lain dari apa yang aku sampaikan, sharing aja di kolom komentar di bawah. Kalau sekiranya bisa bermanfaat untuk orang lain ya aku juga tidak keberatan untuk kamu bagikan ke orang lain.

Terima kasih sudah membaca. Semoga bermanfaat.Ciluuukk daahh...