Ijen : Kegagahan Yang Terlecehkan
Hoyaaa para musafir.. lama tak
bersua, nih. Baru-baru ini aku baru kembali dari petualangan kecilku di
Banyuwangi. Perjalanan ke Banyuwangi adalah perjalanan pertamaku ber-solo
traveling. Yup, hanya aku dan ketidaktahuanku tentang kota ini. Tapi,
beruntungnya aku masih bisa pulang dengan selamat tanpa ada berita “Seorang
wanita ditemukan terkapar dikolong got karena tidak berhasil menemukan kerang
ajaib”. Oke abaikan.
Sebelum berangkat aku emang sempet dihantui oleh
banyak pikiran negatif tentang perjalananku kali ini. Iyalah, secara kan aku cewek.
Masih imut kayak kecowa baru beranak anak landak. Masih penuh dosa dan ingus. Juga
belum berpengalaman nendang burung orang. Tapi.. beruntungnya aku ditampung
orang baik selama di Banyuwangi. Kebetulan yang nampung aku di sana itu juga seorang
yang aktif bergerak di bidang lingkungan dan sosial. Orang-orang biasa
manggilnya Kak Mput atau Mak Mput dan aku manggilnya Mbak Mput. Kalian bisa temui dia di @mput.earth. Dia adalah
foundernya Banyuwangi Action Squad (BAS) Fondation. Sebuah LSM di Banyuwangi
yang bergerak di bidang lingkungan dan sosial.
Kalian bisa ketemu sama mereka di @Bwiactionsquad |
Nah, selama hampir seminggu di
Banyuwangi, emang gak banyak destinasi-destinasi andalan kota ini yang bisa aku
datengin karena terkendala cuaca dan beberapa anu. Tapi di akhir petualanganku
di Banyuwangi, aku sempet di ajak untuk ikut kegiatan Mbak Mput di Gunung Ijen
bareng anak buahnya di Banyuwangi Action Squad (BAS). Kegiatan yang dimaksud
adalah clean up Gunung Ijen.
Menjejaki Ijen
Pendakian Gunung Ijen ini emang masuk
dalam itinirary perjalananku di Banyuwangi. Tapi perjalananku ke Gunung Ijen
jadi sangat berbeda dengan rencana awal karena aku berangkat bersama anak-anak
BAS dan juga ikut dalam kegiatan clean up mereka. Sedangkan rencanaku di awal,
aku hanya merencanakan perjalanan sendiri, pendakian sendiri, dengan
ketidaktahuan dan kesotoyanku.
Dan ternyata.. mendaki Ijen ini
gak semudah makan mie pake sedotan, Girls. Sumpah ini gunung kecil-kecil cabe
rawit banget. Belum setengah perjalanan, aku udah dibikin bengek. Gimana gak
bengek, orang dari awal pendakian udah nanjak terus. Mana sebelum berangkat,
kerjaanku cuma ngebo, gak ada olahraga atau persiapan fisik sama sekali.
Sementara temen seperjalanku, anak-anak BAS, rata-rata masih kelas satu atau
dua SMA. Masih seger aja. Sial, apa aku udah setua itu yah.
Track pendakian Gunung Ijen ini
emang gak ada pemanasan dulu, dari awal langsung dibikin panas. Langsung nanjak
dari awal sampe puncak. Cuma ada beberapa jalan datar dan beberapa pos yang
jarak satu sama lainnya cukup jauh. Pantes aja, selama perjalanan menanjak itu,
ada beberapa wisatawan yang menyewa jasa troli pengangkut untuk membawa mereka
ke atas. Kalian pasti udah pada tau dong tentang jasa troli ini di Ijen? Sumpah,
itu luar biasa banget menurutku. Satu orang wisatawan yang bisa lebih besar
dari gentong berlumur lemak diangkut pake gerobak kecil dan ditarik oleh dua
orang dan satu orang lagi bertugas untuk mendorong. Ada juga troli yang membawa
wisatawan untuk turun ke bawah, ini biasanya hanya dilakukan oleh satu orang. Sumpah
itu bukan pekerjaan mudah. Aku aja yang cuma bawa beban diri sendiri rasanya
udah bengek dari ubun-ubun sampe ujung bulu kaki, apalagi mereka, ya. Salut deh
buat mereka yang memilih pekerjaan seberat itu untuk terus membuat dapur
ngebul.
Ituada yang dorong satu, terus ada yang narik pake sarung itu dua orang. Salut deh. |
Nyampe di puncak, para wisatawan
atau pendaki biasanya akan dihadapkan pada beberapa pilihan. Mau stay di situ dan melihat pemandangan
keren yang ada, atau turun ke kawah untuk melihat betapa menakjubkannya blue fire, atau naik lagi ke atas untuk
melihat pemandangan yang lebih subhanallah
dari dua pilihan itu.
Aku sendiri awalnya pengen nyoba
turun ke bawah, pengen liat gimana sih kerennya bule fire yang menjadi ikon andalan Gunung Ijen ini. Tapi
beruntungnya alam seperti tidak mengizinkan, asap dari kawahnya berseliweran
kemana-mana, jadi berkemungkinan besar itu akan sangat membahayakan. Begitu kata
temen-temen seperjalananku yang –walaupun lebih muda dari aku, tapi mereka
lebih paham mengenai kondisi alam di sini. Berhubung aku cuma pendatang yang
hanya ikut-ikutan buat nyari pengalaman, jadi aku manut aja lah, ya. Dari pada
aku keracunan belerang terus jadi santapan jin kawah dan pulang hanya tinggal
nama, jadi aku pilih aman aja. Mereka menawarkan pilihan lain, yaitu terus naik
ke atas ke tempat yang katanya akan lebih keren dari ini. Tempat itu mereka
sebut dengan Sunrise Point. Oke, dari
namanya aja udah pasti bisa di tebak dong, ya.
Perjalanan ke sana cukup
melelahkan, lagi. Naik lagi. Dan dalam kondisi gelap waktu itu emang sedikit
menambah kebahayaan dari perjalanan kami. Apalagi jalan untuk menuju ke sana
belum ada jalan setapak yang jelas. Sempat beberapa kali kami juga harus
merunduk, menghindari diri dari angin yang bertiup sangat kencang. Beberapa
kali juga sempat terjadi badai. Perjalanan kami sempat terhenti beberapa kali dan
harus merunduk, mencari tempat yang pas untuk berlindung dari angin yang
sewaktu-waktu bisa saja membawa terbang tubuh kami ke entah ke mana. Tapi
semakin meninggi perjalanan kami, sedikit demi sedikit matahari juga mulai
tampak walaupun tertutup awan. Cuaca memang gak terlalu bagus waktu itu, tapi
cahaya langit sangat cukup untuk memberikan kami sedikit penerangan menuju sunrise point.
Dan sampai di sana... ternyata
bener kata temen-temen, Fahmi (@Fahmiackbar) dan kawan-kawan, tempat ini lebih subhanallah dari tempat yang lain di
sini. Blue fire dan Kawah Ijen bisa
dilihat bersamaan dari atas. Sumpah, di atas sini keren banget. Gunung Raung,
Gunung Meranti, Bondowoso, hingga Pulau Bali bisa dilihat dari atas sini. Kalau ke Ijen, aku lebih merekomendasikan
tempat ini deh dari pada yang lainnya. Padahal, awalnya aku juga pengen banget
nyoba ke kawah buat liat bule fire, tapi
setelah ke tempat ini aku jadi merasa beruntung karena gak jadi ke kawah. Haha..
Nih mereka yang baru SMA udah keren abis, |
Setelah puas melihat keindahan yang diciptakan Tuhan, udah selfie-selfie syantik juga, dan matahari juga udah meninggi walaupun masih sedikit tertutup awan, aku dan temen-temen akhirnya memutuskan turun untuk melaksanakan misi clean up sampah.
Oke, kami langsung meluncur lagi
ke bawah.
Clean Up Ijen
Rencananya, kami akan membersihkan sampah dari kawasan
puncak. Anyway, kalian tau gak sih
kalo akhir-akhir ini di Ijen sempet rame gara-gara ada pembangunan sebuah
pendopo dan toilet di puncak? Udah lama juga, sih. Tapi sampe sekarang masih
aja jadi sesuatu yang masih enak dibicarakan.
Kira-kira begini penampakan bangunan pendopo dan toilet yang aku lihat. |
Banyak yang pro dan kontra
terhadapat bangunan itu hingga saat ini. Tapi kalau aku sendiri sih, sebagai seorang
pendaki awam, melihat bangunan itu berdiri di puncak sebuah gunung rasanya aneh
aja. Menurutku, bangunan itu jadi mengurangi kegagahan Gunung Ijen. Kenapa?
Karena aku pikir, orang mendaki gunung itu untuk mencari kenikmatan di dalam
kesulitannya mendaki gunung, mencoba menemukan diri mereka sendiri di setiap
langkah mereka yang melelahkan, menantang dan melawan diri mereka sendiri
hingga mereka mencapai puncak dan semua itu akan terbayar dengan keindahan yang
akan mereka dapat di puncak gunung tersebut. Terus kalau ada bangunan kayak
gini di puncak, aku merasa kayak keindahan alami yang udah keren apa adanya itu
sedikit tercoreng aja. Gak rusak. Cuma sedikit mengurangi kegagahan dan
kealamian dari gunung itu sendiri. Saat sejauh mata memandang keindahan alam
yang sangat memesona, keindahan kawah, bentang alam yang hanya bisa aku temuin
di sini, eh.. tiba-tiba mata terbentur dengan bangunan itu. Kan gak asik. Jadi
mengurangi estetika yang udah bagus-bagus Tuhan ciptakan. Ya nggak sih?
Dan yang lebih parahnya, pas
dalam perjalan turun, aku liat bangunan baru lagi yang masih dalam proses
pembangunan. and you know what? Katanya
nanti di Ijen akan dikasih gondola juga buat menuju atas, mungkin puncak.
Anjir, kan. Sumpaaah.. itu bener-bener pelecehan. Melecehkan kegagahan gunung.
Tapi mau gimana lagi. I don’t have any
power (yet). Bahkan Mbak Mput dan temen-temen BAS yang udah berusaha
menjaga kealamian Ijen dengan banyak carapun gak bisa menghentikan itu. Hhhh..
bener-bener dah.
Nih, pembangunannya udah dimulai. Anjir. |
Okelah, kita balik lagi ke
pendopo dan toilet di puncak Ijen.
Aku sendiri sih gak tau fungsi spesifik
dari bangunan itu untuk apa. Yang pasti aku tau pembangunan bangunan itu pasti
dimaksudkan untuk kemaslahatan orang banyak, apalagi para pendaki. Tapi menurut
kesotoyanku, bangunan itu gak berfungsi secara optimal sesuai dengan niat
pembangunannya. Untuk tempat beristirahat bagi para pendaki. Iya, kan?
Yang aku lihat di TKP waktu itu,
di tempat itu gak banyak orang beristirahat, malah tempatnya kotor, banyak
sampah, becek juga, dan toiletnya... i
don’t know. Lebih tepatnya i couldn’t
know. Aku gak sempet liat sampe ke dalem-dalem toliet sih, soalnya ada
beberapa anak cowok di sana. Ya kali aku nerobos masuk cuma buat liat kondisi
toilet di dalem. Bisa-bisa aku dilempar ke kawah gara-gara dikira mau melakukan
anu-anu pada anu.
Kotor
Untuk toilet, aku gak berani berekspektasi
banyak mengenai toilet yang ada di gunung. Sepanjang aku pernah mendaki gunung,
kondisi toilet gunung udah bisa ketebak. Jangan dibayangkan, kalian gak bakal kuat,
biar Dilan aja yang menanggung dosa para pendaki. Haha..
Jangan buang sampah di Gunung. Nuruninnya berat. Dilan aja gabakal kuat. |
Ya gitu deh kondisi toilet di
gunung, kotor, bau, dan menjijikkan. Kadang juga lebih buruk dari apa yang bisa
kita bayangkan. Ya gimana mau bersih, orang gak ada air tersedia. Menurutku,
pembangunan toilet di gunung Indonesia itu masih belum cocok dengan culture orang Indonesia yang masih
kurang kesadaran akan kebersihan dan kemampuan pengelola kawasan gunung juga
belum bisa melengkapi fasilitas toilet dengan keberadaan air bersih. Sebenernya
keberadaan toilet di gunung itu bagus sih, bisa memanusiakan pendaki, juga biar
gak malu-maluin kalo ada pendaki asing yang mendaki gunung kita. (Gunung kita?
oh no.. You know what i mean-lah,
ya). Tapi kalo keberadaan toiletnya kayak gitu, mana ada kebanggaannya, kan?
Hm... enaknya diapain ya..
Kalian punya ide?
Oke, terlepas dari banyaknya pro
dan kontra itu, aku lanjut lagi ke ceritaku yang tengah menjalankan misi bersih
gunung.
Sebenernya, sejauh yang aku lihat,
Gunung Ijen ini termasuk gunung yang cukup bersih sih. Dilihat dari
sampah-sampah yang keliatan, ya. Kalo dilihat dari toiletnya, beda lagi. Yang aku
tau, selain keberadaan LSM lingkungan yang membantu melakukan bersih gunung
seperti ini, pengelola Gunung Ijen juga memberlakukan peraturan yang memberikan
hukuman bagi para wisatawan yang melanggar peraturan pendakian Gunung Ijen
dengan membersihkan sampah. Asik juga, kan? Jadi, Gunung Ijen bisa sedikit
terselamatkan dari sampah dan pendaki nakal. Nice.
Kayaknya dia kena hukuman deh. |
Gunung emang bukan tempat yang
punya kenyamanan senyaman rumah. Tapi bagi kalian yang suka naik gunung, pasti
taulah gimana gunung mampu memberikan kenikmatan lebih dari apa yang bisa kita
dapat di rumah. Di balik lelah yang kita hadapi saat menjejaki setiap pijakan
yang akan mengantarkan kita pada langkah yang lebih tinggi dan lebih melelahkan,
di situ kita akan menemukan diri kita sendiri pada rasa syukur atas semua
keindahan yang telah Tuhan ciptakan.
Jadi, selama kamu masih suka naik
gunung untuk melihat keindahannya lalu kamu pamerkan di media sosial, maka
jangan kotori. Gak asik juga kan kalo pas kalian mau posting foto keren kalian
di gunung terus di situ banyak sampahnya !? Dih, kan malu-maluin.
Banyuwangi Action Squad. Mantaps.. |
Temen baru. uyeah.. Namanya Riska, baru SMA. Temui dia di @riskafebyx_ |
Banyak yang jual souvenir dari belerang juga. Eh,, btw, babannya ganteng yah. Haha.. |
Oke, sekian dulu ceritanya.
Ciluk daaah...
Harrah's Lake Tahoe Casino & Hotel - JT Hub
BalasHapusHarrah's Lake Tahoe 창원 출장샵 is an all-suite resort located in Stateline, Nevada. 포항 출장안마 The casino is owned by 거제 출장마사지 Caesars Entertainment and opened in 1996. 김해 출장안마 The hotel features 광주 출장안마 6