Apa Kabar Kelud ?
Beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2014, kebetulan aku masih unyu-unyu imut-imut kayak marmut menopause. Waktu itu lagi buming-bumingnya berita Kelud meletus dengan segala guncangan, kehebohan, dan beritanya yang bikin emak-emak komplek gonjang-ganjing gubrak-gubrak di kira kiamat udah nyampe depan halaman rumah mereka. Guru-guruku juga sampe bikin teori macem-macem tentang Kelud. Mulai yang dari guru Fisika sampe guru Bahasa Arab. Ah, Gelap. Aku gak paham teori-teori accidental mereka.
Dan akhirnya pertengahan
2017 ini aku baru bisa berkunjung ke Kelud. Iseng aja sih, pengen liat keadaan
Kelud pasca letusan 3 tahun lalu.
![]() |
Kelud zaman now. |
![]() |
Habis ini aku pake rok kok. Hhh.. |
Oke, jadi untuk
masuk kawasan wisata Kelud, pengunjung boleh membawa kendaraan ke dalam kawasan
wisata dengan membayar uang kontribusi sekitar 20-an ribu, aku lupa berapa
pasnya, tapi aku rasa harga itu bisa naik sewaktu-waktu. Jadi siap-siap aja
kalo mau ke sana. Jalannya udah diaspal bagus, mulus (hanya agak sedikit
berlubang di beberapa tempat), dan tanpa hambatan.
Di beberapa
tempat, bisa kita lihat ada sawah nanas yang mengikuti lekukan-lekukan kontur
tanah di sini. Dan gak sulit juga buat nemuin penjual nanas di pinggir jalan
dengan harga murah. Ada juga tempat yang di-design dengan bunga-bunga,
lope-lope, lampu-lampu, rumbai-rumbai banci, dan hiasan lainnya yang diniatkan
untuk mempercantik tempat itu. Tapi menurut aku malah keliatan iiuuuuh banget.
Wajah sebuah gunung sekeren Kelud jadi sedikit gak enak dilihat dengan pemandangan
sebanci itu. Untuk beberapa orang mungkin mereka suka dengan keindahan yang
cemen kayak gitu. Tapi bagi aku, hal kayak gitu kayak membencongkan cowok yang
udah maco. Mubadzir banget, kan! *Buang nafas kecewa.
Tapi ada juga
hal yang menarik selama perjalanan menyusuri Kelud ini, yaitu di Mysterious Road-nya.
Yup, mungkin banyak dari kita yang udah pada tau apa itu Mysterious Roud itu,
di cari di Google juga pasti ketemu. Nah, pas aku lewat di situ emang terjadi
kejadian aneh. Pas aku matiin motor (kebetulan waktu itu aku naik motor sama
temenku), motor yang seharusnya berjalan ke depan karena posisinya kita di
jalan yang agak menurun, motor itu malah mundur, cuy. Padahal kalo jalan ke
balakang, jalan itu malah jadi tanjakan. Weeh.. aku agak sedikit amazed sih.
Aneh, keren, dan agak katrok.
Dari situlah, aku dan temenku akhirnya memperdebatkan tentang Mysterious Road sepanjang
perjalanan selanjutnya. Bikin teori-teori baru tentang gravitasi berdasarkan
ke-sotoy-an masing-masing. Mulai dari teori daya tarik magnet sampe teori orang
jatuh cinta yang dihubung-hubungkan dengan aspal. Kita malah membuat teori apel
jatuhnya Newton mulai goyah. *Tepok Jidat. Sotoy beneeeer.
Oke lanjruuuut.
Makin jauh aku ngegas motor, pemandangannya makin asik. Bukit, lembah, kabut, sawah nanas, dan
bunga-bunga bermekaran di iklan Good tiiiit (Sensor iklan). Gak bosen aku liatnya. Rasanya sayang banget buat
dilewatkan gitu aja.
Makin jauh,
ternyata ada tempat pemberhentian buat kendaraan. Itu udah batas terakhir buat
kendaraan bermotor, katanya. Ya semacam parkiran gitu, tapi itu bukan posisi parkiran,
cuma jalan yang di-design jadi parkiran. Di sekitarnya banyak orang
jualan, mulai dari makanan, minuman, obat-obatan, sampe baygon pembunuh pedofil
mungkin ada.
![]() |
Keren kan, yaks. |
Ada juga
orang-orang yang nawarin jasa foto dengan spot kerennya Kelud, langsung jadi,
langsung bayar. Dan ada lagi yang bikin miris di sana, ternyata bunga eidelwais
diperjualbelikan dengan bebas di sana, cuy. Ya ampuun, rasanya ironis bener, ya.
Aku sebagai
orang yang tau kalau bunga itu termasuk bunga langka dan dilarang untuk dipetik
apalagi dijual merasa ada beban didiriku sendiri. Aku tau itu dilarang, tapi aku gak bisa melakukan apa-apa. Yah, itu yang lebih tragis. Tapi ya gimana lagi, masyarakat kita tidak banyak
tahu tentang larangan itu dan jika ditanya alasannya, aku yakin selalu ada
alasan yang bikin kita iba, masalah himpitan ekonomilah, buat makan anak istri,
atau buat biaya menghidupi toge sekebun, dan alasan-alasan yang lain.
Hhhh.. susah
emang. Okelah. Lanjut sajjalahhh...
Dari
pemberhentian itu, kita masih harus jalan kaki buat menuju kawah, tujuan
terakhir di wisata Kelud ini. Jalannya sekitar 1 Km-an dengan medan menanjak,
tapi udah di aspal bagus dengan pemandangan keren di kanan-kirinya. Asiklah.
Tapi lumayan juga sih, 1 kiloan nanjak semua, oh..
Tapi eh kok
ada truk lewat, ya. Langsung aja aku iseng teriak ke bapaknya kalo aku pengen
ikut, karena aku tahu gak ada tujuan lain selain kawah. Emang sebelumnya aku denger-denger di daerah kawah emang lagi ada pembagunan. Jadi mungkin, inilah
kenapa truk ini mau ke sana. Pas aku teriak kalo mau ikut, eh ternyata bapaknya
wellcome banget, dia langsung nyuruh aku sama temenku naik di kursi depan.
Rejeki anak soleh emang gak kemana. Sementara yang lain pada jalan kaki, aku malah enak-enak naik truk. Haha..
Akhirnya, aku naik, terus ngobrol-ngobrol deh sama bapaknya. Malah kenalan,
cerita-cerita, menghabiskan waktu menuju daerah sekitar kawah. Dan berdasarkan
dari cerita bapaknya, di kawah itu emang lagi ada pembangunan, lebih tepatnya
mau buat tempat pemandian air panas di kawah, katanya. Lagi, aku merasa miris
lagi, ironis. Oh my god.. manusia kok sukanya merusak sih, ya. Udah dibikinin
yang bagus sama Allah, masih di utek-utek lagi. Terlalu mainstrem. Ah, males
deh.
Nyampe daerah kawah,
ternyata di sana udah dikasih pagar pembatas. Gak sembarangan orang boleh
masuk, hanya pekerja yang boleh masuk. Rencananya aku pengen masuk, bapaknya
juga ngebolehin, tapi pemeriksaannya ketat banget. Jadi, aku turun di daerah
pagar pembatas aja. Yah..
![]() |
Menuju kawah, kawan. |
Oke, Makasih,
Pak. *Yah, aku lupa nama bapaknya.
Sayang sekali. Aku rasa makin lama, Kelud akan benar-bener dikuasai oleh modernitas. Sedikit
demi sedikit tanah mulai dibeton. Kabut mulai disingkirkan. Hijau bukan lagi
dari bias klorofil melainkan dari warna cat. Lama-lama, pemadangan yang bisa
kita lihat hanya atap besi, padang beton, rumput sintetis, dan semua kesemuan.
Ah, males banget.
Emang sih,
dunia pariwisata di Indonesia ini lagi buming-bumingnya. Segela tempat bisa
dijadikan tempat wisata baru. Asal ada sedikit hal yang membuat menarik, udah
bisa dijual. Tapi gak semua tempat bisa kita obrak-abrik demi menghasilkan
rupiah, kan? Yang sudah indah dengan alaminya, biarlah dia tetap indah apa
adanya. Kita hanya perlu memolesnya sedikit jika diperlukan. Tapi jangan sampe
merubah esensi dari tempat itu sendiri. Maksudku, kalo udah indah dan bisa
diterima sebagai tempat wisata alam atau cagar alam, gak usahlah diobrak-abrik
lagi untuk menaikkan ‘penjualan’. Yang cagar alam jangan diturunkan jadi tempat
wisata. Kalau tempat wisata, jangan diturunkan jadi pasar. Repot kalo gitu.
Setiap orang
boleh berpendapat, dan itu pendapatku. Mau suka atau enggak, itu hak kalian. Oke? Sip.
Oke. Sekian dan terima kasih.
Ciluk dahh..
Komentar
Posting Komentar
Katakan sesuatu !